Senin, 26 Oktober 2009

BIRRUL WALIDAIN

DAFTAR ISI

I. PENGERTIAN BIRRUL WALIDAIN .................................................... 1
II. KEUTAMAAN BIRRUL WALIDAIN ....................................................... 4
III. BENTUK DURHAKA KEPADA KEDUA ORANG TUA ........................ 5
IV. BENTUK-BENTUK BIRRUL WALIDAIN ............................................... 6
V. URGENSI BIRRUL WALIDAIN ............................................................... 6
VI. UNSUR-UNSUR BIRRUL WALIDAIN .................................................... 7
VII. WASILAH-WASILAH BIRRUL WALIDAIN ........................................... 8
VIII. KISAH-KISAH PARA NABI & SAHABAT RASULULLAH SAW
DALAM MEMPRAKTEKAN BIRRUL WALIDAIN ................................ 8
IX. KESIMPULAN .......................................................................................... 11
X. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 12












Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda:
و عن عبد ا لله بن عمر و بن ا لعاص ر ضى ا لله عنه ان ر سو ل ا لله صلى ا لله عليه و سلم قال من الكبائر شتم ا لر جل وا لديه قيل وهل يسب ا لر جل وا لديه قال نعم يسب ا با ا لرجل فيسب ا لرجل ا با ه و يسب امه فيسب ا مه متفق عليه..
Artinya : Dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘ash r.a, bahwasanya Rasulullah s.a.w bersabda; “Diantara dosa-dosa besar itu ialah orang mencaci ibu bapaknya”. Ditanyakan pula “Bagaimanakah orang mencaci ibu bapaknya?” Beliau bersabda : “Ya, ia mencaci ayah seseorang, maka orang itu mencaci ayahnya ( membalas), ia mencaci ibu seseorang, dan orang itu mencaci ibunya”. Muttafaq ‘alaih.( Muh Sjarif Sukandi, Tarjamah Bulughul Maram (Bandung : PT Al Maarif, 1986), 537) Hadits diatas mengandung makna berbuat baik kepada orang tua (birrul walidain).
I. PENGERTIAN BIRRUL WALIDAIN
Birrul Walidain terdiri dari kata birru dan walidain. Birru atau al-birru berarti kebajikan dan al-walidain artinya kedua orang tua atau ibu bapak. Birrul walidain berarti berbuat baik kepada kedua orang tua.( Yazid bin Abdul Qadir Jawas ,Birrul Walidain (Jakarta: Darul Qalam, 2000), 124)
Imam An-Nawaawi menjelaskan, “Arti birrul waalidain yaitu berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap baik kepada keduanya, melakukan berbagai hal yang dapat membuat mereka bergembira, serta berbuat baik kepada teman-teman mereka.” (Birrul Waalidain oleh Abdurrahman Abdul Kariem Al-Ubaid, select.com )
Al-Imam Adz-Dzahabi menjelaskan bahwa birrul waalidain atau bakti kepada orang tua, hanya dapat direalisasikan dengan memenuhi tiga bentuk kewajiban:
Pertama: Mentaati segala perintah orang tua, kecuali dalam maksiat.
Kedua: Menjaga amanah harta yang dititipkan orang tua, atau diberikan oleh orang tua.
Ketiga: Membantu atau menolong orang tua, bila mereka membutuhkan.( http://buku islam.blog spot.com/2006/09/birrul walidain.html)
Karena berbakti kepada kedua orang tua lebih merupakan perjanjian, antara sikap kita dengan keyakinan kita. Kita tahu, bahwa menaati perintah orang tua adalah wajib, selama bukan untuk maksiat. Bahkan perintah melakukan yang mubah, bila itu keluar dari mulut orang tua, berubah menjadi wajib hukumnya. Kita juga tahu, bahwa harta orang tua harus dijaga, tidak boleh dihamburkan secara percuma, atau bahkan untuk berbuat maksiat. Kita juga meyakini, bahwa bila orang tua kita kekurangan atau membutuhkan pertolongan, kitalah orang pertama yang wajib menolong mereka. Namun itu hanya sebatas keyakinan. Bila tidak ada ‘ikatan janji’ dengan sikap kita, semua itu hanya terwujud dalam bentuk wacana saja, tidak bisa terbentuk menjadi ‘bakti’ terhadap orang tua. Oleh sebab itu, Allah menyebut kewajiban bakti itu sebagai ‘ketetapan’, bukan sekadar ‘perintah’.
Dalam surat Al-Isra ayat 23Allah berfirman. "Artinya : Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada manusia janganlah ia beribadah melainkan hanya kepadaNya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut disisimu maka janganlah katakan kepada keduanya 'ah' dan janganlah kamu membentak keduanya" [Al-Isra : 23]
Al-Hafidz Ibnu Katsir telah menerangkan ayat tersebut sebagai berikut :
"Allah telah mewajibkan kepada semua manusia untuk beribadah hanya kepada Allah saja, tidak menyekutukan dengan yang lain. " Qadla" disini bermakna perintah sebagaimana yang dikatakan Imam Mujahid, wa qadla yakni washa (Allah berwasiat). Kemudian dilanjutkan dengan "Wabil waalidaini ihsana" hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya.
Dan jika salah satu dari keduanya atau keduanya berada disisimu dalam keadaan lanjut usia, "fa laa taqul lahuma uffin" maka janganlah berkata kepada keduanya 'ah' ('cis' atau yang lainnya). Jangan memperdengarkan kepada keduanya perkataan yang buruk. "Wa laa tanharhuma" dan janganlah kalian membenci keduanya. Ada juga yang mengatakan bahwa "Wa laa tanhar huma ai la tanfudz yadaka alaihima" maksudnya adalah janganlah kalian mengibaskan tangan kepada keduanya. Ketika Allah melarang perkataan dan perbuatan yang buruk, Allah juga memerintahkan untuk berbuat dan berkata yang baik. (Tafsir Ibnu Katsir Juz III hal 39-40, Cet.I Maktabah Daarus Salam Riyadh, Th.1413H
II. KEUTAMAAN BIRRUL WALIDAIN[1]. Merupakan Amal Yang Paling Utama‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata.
“Artinya : Aku bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling utama?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya).’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab: ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Aku bertanya lagi: ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab, ‘Jihad di jalan Allah’ (Diriwayatkan juga oleh Ath-Thabrani dalam Al-Awsath)
[2]. Ridha Allah Bergantung Kepada Ridha Orang TuaSesuai hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, disebutkan:
“Artinya : Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah, dinyatakan shahih oleh Al-Albani)
[3]. Berbakti Kepada Orang Tua Dapat Menghilangkan Kesulitan Yang Sedang Dialami
[4]. Akan Diluaskan Rizki Dan Dipanjangkan UmurSesuai sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
“Artinya : Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan di-panjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung silaturrahimnya.”( Diriwayatkan oleh Al-Hakim, dinyatakan shahih oleh Al-Albani.)
[5]. Akan Dimasukkan Ke Surga oleh Allah .Berbuat baik kepada orang tua dan taat kepada keduanya dalam kebaikan merupakan jalan menuju Surga.
III. BENTUK DURHAKA KEPADA KEDUA ORANG TUA
[1]. Menimbulkan gangguan terhadap orang tua, baik berupa perkataan atau pun perbuatan yang membuat orang tua sedih atau sakit hati.[2].Berkata “ah” atau “cis” dan tidak memenuhi panggilan orang tua.[3].Membentak atau menghardik orang tua.[4].Bakhil atau kikir, tidak mengurus orang tuanya, bahkan lebih mementingkan yang lain daripada mengurus orang tuanya, padahal orang tuanya sangat membutuhkan. [5].Bermuka masam dan cemberut di hadapan orang tua, merendahkan orang tua, mengatakan bodoh, “kolot”, dan lain-lain.[6]. Menyuruh orang tua, misalnya menyapu, mencuci atau menyiapkan makanan..[7]. Menyebut kejelekan orang tua di hadapan orang banyak atau mencemarkan nama baik orang tua..( Diambil dari kitab Uyunul Akhyar, karya Ibnu Qutaibah)
IV. BENTUK-BENTUK BIRRUL WALIDAIN[1]. Bergaul bersama keduanya dengan cara yang baik.
[2]. Berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut..
[3]. Tawadhu’ (rendah hati).
[4]. Memberi infaq (shadaqah) kepada kedua orang tua, karena pada hakikatnya semua harta kita adalah milik orang tua.
[5 ]. Mendo’akan kedua orang tua.
V. URGENSI BIRRUL WALIDAIN
1. Allah ‘menggandengkan’ antara perintah untuk beribadah kepada-Nya, dengan perintah berbuat baik kepada orang tua:
“Allah telah menetapkan agar kalian tidak beribadah melainkan kepada-Nya; dan hendaklah kalian berbakti kepada kedua orang tua.” (Al-Israa : 23)
2. Allah memerintahkan setiap muslim untuk berbuat baik kepada orang tuanya, meskipun mereka kafir:
3. Berbakti kepada kedua orang tua adalah jihad.
4. Keridhaan Allah, berada di balik keridhaan orang tua.
5. Berbakti kepada kedua orang tua membantu meraih pengampunan dosa.
7. Berbakti kepada orang tua, membantu menolak musibah.(http://www.dunia-maharani.blog spot.com/2006/merperbaiki birrul walidain )

VI. UNSUR-UNSUR BIRRUL WALIDAIN
1. Al muhaqodhotu alal kaul
Seorang anak hendaknnya menjaga dan memelihara ucapannya dihadapan orang tua, terlebih bagi mereka yang sudah berusia lanjut jangan sampai perkataan atau perbuatannya menyinggung perasaan mereka, sebagaimana yang dijelaskan Allah dalam Qs.17 : 23.
2. Khofdul Jannah
Sikap bahasa tubuh seorang anak tidak boleh membusungkan dada terhadap orang tua melainkan merendahkan diri kepada keduanya dengan penuh kasih sayang dan mendoakan mereka agar keduanya dikasihi Allah sebagaiman mereka mengasihinya waktu kecil. Hal ini diperintahkan Allah SWT dalam Surat Al Israa’ ayat 24.
3. Attoah Almushahabah
Akhlaq seorang anak yang taat dan kedekatan serta keakraban terhadap orang tua. Walaupun mungkin ketidaktaatan seorang anak kepada orang tua karena permasalahan yang sangat syar’i (prinsip) tetapi sikap mushahabah (keakraban) tetap harus dilakukan karena itu merupakan hak orang tua, Allah menjelaskannya dalam Qs. 31:15.
4. Sabatulbirri ba’da wafatihima
Ada 5 hal yang harus dijalankan setelah kepada seorang anak agar berbakti kepada orang tua yang telah meninggal :
a. Asshalatu ‘alaihima (berdo’a untuk keduanya)
b. Wal isthigfaru lahuma (memohonkan ampun keduanya)
c. Wainfadzu ahdihima (melaksanakan janji-janjinya)
d. Waiqramu shadiqihima (memuliakan teman-teman keduanya)
e. Wasilaturrahimmisilati latu shallu illa bihima (silaturrahmi kepada orang-orang yang tidak ada hubungan silaturahmi kecuali melalui wasilah kedua orang tua) (http://almanaar-wordpress.com/2007/II/07/birrul waliadain dalam pandangan islam)
VII. WASILAH-WASILAH BIRRUL WALIDAIN
a. Mentaati keduanya yang tidak maksiat kepada Allahb. Menghormati keduanyac. Merendahkan hati kepada keduanyad. Memuliakan keduanya dengan ucapan dan perbuatane. Membantunya dengan hartaf. Menyambung silaturahmig. Mendo'akan dan memintakan ampun untuk keduanyah. Memenuhi janjinyai. Memuliakan sahabat dekat keduanyaj. Meminta izin kepada untuk berjihad keduanya (http;// wiki my qur’an.org/index.php/birrul walidain)
VIII.KISAH-KISAH PARA NABI& SAHABAT RASULULLAH SAW DALAM MEMPRAKTEKAN BIRRUL WALIDAIN
 Kisah Nabi Ibrahim As
Nabi Ibrahim As mempunyai ayah yang bernama Azar yang aqidah-nya berseberangan dengan Nabi Ibrahim As tetapi tetap menunjukan birrul walidain yang dilakukan seorang anak kepada bapaknya. Dalam menegur ayahnya beliau menggunakan kata-kata yang mulia dan ketika mengajak ayahnya agar kejalan yang lurus dengan kata-kata yang lembut sebagaimana dikisahkan Allah pada Qs. 19 : 41-45.
 Kisah Rasulullah SAW
Rasulullah SAW yang telah ditinggal ayahnya Abdullah karena meninggal dunia saat Rasulullah masih dalam kandungan ibunya Aminah. Dalam pendidikan birrul walidain ibunya mengajak Rasulullah ketika berusia 6 tahun untuk berziarah kemakam ayahnya dengan perjalanan yang cukup jauh. Dalam perjalanan pulang ibunda beliau jatuh sakit tepatnya didaerah Abwa hingga akhirnya meninggal dunia. Setelah itu Rasulullah diasuh oleh pamannya Abdul Thalib, beliau menunjukan sikap yang mulia kepada pamannya walaupun aqidah pamannya berbeda dengan Rasulullah. Dan Rasulullah berbakti pula kepada bibinya yang bernama Sofiah binti Abdil Mutthalib.
 Kisah Abu Bakar As Siddiq ra
Abu Bakar As Siddiq ra adalah sahabat Rasulullah SAW yang patut ditauladani dalam berbaktinya terhadap orang tua. Disaat orang tuanya telah memasuki usia yang sangat udzur, bukan hanya perkataan yang lemah lembut lagi mulia dan sikap yang baik melainkan juga beliau dapat mengajak bapaknya yakni Abu Khuwafah untuk beribadah kepada Allah SWT dan mengakui Islam sebagai pedoman hidupnya dan hal ini dinanti oleh Abu Bakar dengan cukup lama. Allah berfirman dalam QS 14 : 40 – 41 ayat yang do’a agar anak, cucu dan seluruh anggota keluarganya menjadi orang-orang yang muqiimas shalat (mendirikan shalat) dan diampuni dosa-dosanya. Ayat ini merupakan suatu kemuliaan yang diberikan Allah SWT kepada kelurga Abu Bakar As Siddiq ra.
 Kisah Sa’ad Bin Abi Waqas ra
Sa’ad bin Abi Waqas ra menerapkan bagaiman konteks Birrul Walidain mempertahankan keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Saat ibunya mengetahui bahwa Sa’ad memeluk agama Islam, ibunya mempengaruhi dia agar keluar dari Islam sedangkan Sa’ad terkenal sebagai anak muda yang sangat berbakti kepada orang tuanya. Ibunya sampai mengancam kalau Sa’ad tidak keluar dari Islam maka ia tidak akan makan dan minum sampai mati. Dengan kata-kata yang lembut Sa’ad merayu ibunya “ Jangan Kau lakukan hal itu wahai Ibunda, tetapi saya tidak akan meninggalkan agama ini walau apapun gantinya atau resikonya”. Tidak bosan-bosannya Sa’ad menjenguk ibunya dan tetap berbuat baik kepadanya serta menegaskan hal yang sama dengan lemah lembut sampai suatu ketika ibunya menyerah dan menghentikan mogok makannya. Kisah ini juga merupakan asbabun nujul turunnya ayat Qs 31 : 15.( http:// bukid-online.blogs.friendster.com/buikid-online/2005/07/birrul walidain.html)


KESIMPULAN
Uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
Perintah birrul walidain bersamaan dengan perintah beribadah
Amal yang paling dicintai disisi Allah SWT
Orang tua adalah manusia yang paling berhak mendapatkan dan merasakan ‘budi baik’ seorang anak, dan lebih pantas diperlakukan secara baik oleh si anak, ketimbang oleh orang lain.
Berbuat baik kepada orang tua dan taat kepada keduanya dalam kebaikan merupakan jalan menuju Surga. Sedangkan durhaka kepada orang tua akan mengakibatkan seorang anak tidak masuk Surga.
5. Jalan yang haq dalam menggapai ridha Allah ‘Azza wa Jalla melalui orang tua adalah birrul walidain. Birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) merupakan salah satu masalah penting dalam Islam. Di dalam Al-Qur’an, setelah memerintahkan manusia untuk bertauhid, Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan untuk berbakti kepada orang tuanya.






DAFTAR PUSTAKA
Birrul Waalidain oleh Abdurrahman Abdul Kariem Al-Ubaid, select.com
Diambil dari kitab Uyunul Akhyar, karya Ibnu Qutaibah
Diriwayatkan oleh Al-Hakim, dinyatakan shahih oleh Al-Albani
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah, dinyatakan shahih oleh Al-Albani
Diriwayatkan juga oleh Ath-Thabrani dalam Al-Awsath
http://almanaar-wordpress.com/2007/II/07/birrul waliadain dalam pandangan islam)
http://buku islam.blog spot.com/2006/09/birrul walidain.html
http:// bukid-online.blogs.friendster.com/buikid-online/2005/07/birrul walidain.html
http://www.dunia-maharani.blog spot.com/2006/merperbaiki birrul walidain
http;// wiki my qur’an.org/index.php/birrul walidain
Muh Sjarif Sukandi, Tarjamah Bulughul Maram (Bandung : PT Al Maarif, 1986), 537
Tafsir Ibnu Katsir Juz III hal 39-40, Cet.I Maktabah Daarus Salam Riyadh, Th.1413H
Yazid bin Abdul Qadir Jawas ,Birrul Walidain (Jakarta: Darul Qalam, 2000), 124
Birrul Waalidain oleh Abdurrahman Abdul Kariem Al-Ubaid, select.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar